Sejarah singkat Palembang
(diambil dari berbagai sumber)
Menurut Prasasti Kedukan
Bukit yang ditemukan di Batenburg pada tanggal 20 November 1920 ditepi Sungai
Tatang, anak Sungai Musi yang terletak di kaki Bukit Siguntang (sebelah barat
daya kota Palembang), bahwa pada tanggal 5 Ashada tahun 605 Syake atau tanggal
17 Juni 683 Masehi Dahpuntahyang mendirikan Wanua Sriwijaya (Wanua:Negri). Dari
Wanua inilah Sriwijaya mulai menampakkan diri dan akhirnya mencapai kejayaannya
dan mengalami masa keemasan dari Abad VII sampai dengan Abad XII. Kekuasaannya
bukan hanya meliputi kawasan Asia
tenggara, tapi juga sampai ke Taiwan,Australia, dan Madagaskar. Berdasarkan
bukti-bukti sejarah dan tulisan dari berbagai ilmuan, akhirnya diyakini bahwa
Wanua Sriwijaya yang dimaksud adalah Kota Palembang.
Nama
Palembang berasal dari bahasa masyarakat setempat, yaitu kata pa dan limbang. Pa berarti tempat
dan limbang yang berarti melimbang
atau mengayak untuk memisahkan sesuatu (memisahkan emas dari air dan
tanah). Menurut cerita rakyat, salah
satu sumber mata pencaharian penduduk Palembang pada saat itu adalah mendulang
emas di Sungai Tatang. Pada tahun 1225 Masehi muncul nama Palembang di dalam
tulisan seorang pengarang berkebangsaan cina, Chau Ji Kau,dalam bukunya Cu Fan Chi. Beliau mengeja nama
Palembang dengan Pa-lin Fong. Begitu
pula di dalam bukuWang Ta-Yuan yang
berjudul Toa-i Chi Lio, yang
terbit pada tahun 1349. Ia menyebutkan nama Palembang dengan Po-lin Fong.
Setelah
kerajaan Sriwijaya runtuh pada abad XVI, datanglah utusan dari Majapahityang
bernama Ario Damaruntuk melanjutkan kekuasaan dan pemerintahan di Kadipaten
Palembang. Pemerintahan ini secara administratif sepenuhnya tunduk kepada
kerajaan Majapahit.Beberapa tahun setelah Ario Damar meninggal, kepemimpinan
dan kekuasaan di Kadipaten Palembang menjadi tidak menentu.
Pada
saat yang hampir bersamaan, tepatnya pada tahun 1549 M, terjadi pula perebutan
kekuasaan di kerajaan Demak antara Aria Penangsang dari Jipang dan Pangeran
Adiwijaya dari Pajang. Perebutan kekuasaan itu menyebabkan Aria Penangsang
meninggal. Sebagian pengikut Aria Penangsang yang tidak mau tunduk kepada
pangeran Adiwijaya melarikan diri ke berbagai daerah. Di antara mareka adalah
seorang perwira yang bernama Sido Ing Lautan. Ia bersama anaknya, Ki Gede Ing
Suro, melarikan diri ke Palembang dan mendirikan pusat kekuasaan dan
perniagaan, yang selanjutnya menjadi Keraton Kuto Gawang, yang terlatak di
kawasan PT. Pupuk Sriwijaya sekarang.
Setelah
Palembang diserbu oleh belanda pada tahun 1659, Keraton Kuto Gawang dibakar
habis. Pada tahun 1675keraton ini dipindahkan ke daerah Beringin Janggut,
dipinggir sungai Tengkuruk. Oleh Sultan Jamaluddin yang dikenal dengan sebutan
Sultan Ratu. Abdulrakhman Kholifatul Mukminin Sayidul Imam. Beliaulah yang
pertama bergelar Sultan, yang dinobatkan dengan sebutan Sultan Cinde Walang.
Selanjutnya,
masyarakat Palembang meyakini bahwa kesultanan Palembang berhasil memisahkan
diri dari pengaruh kekuasaan kerajaan lain sejak masa Sultan Cinde walang. Oleh
karena itu, Sultan Cinde Walang dianggap sebagai Bapak pendiri Kesultanan
Palembang.
Sejak
tahun1906 kota Palembang ditetapkan sebagai kota otonom. Melalui Undang-undang
Nomor 28 tahun 1959, kota Palembang ditetapkan sebagai galah satu kotapraja di
Sumatra Selatan. Sekarang kota Palembang, selain berkedudukan sebagai daerah
otonomtingka II dari sepuluh daerah otonom tingkat II yang ada di Sumatera
Selatan, juga merupakan ibukota propinsi Sumatra Selatan. Sejarah Palembang sebagai tambahan
Kota
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382
tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti
Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada
saat itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang
dikenal sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini
dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber
baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota
Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air
(data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek
moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam
bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan;
sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar
yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu),
sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah
genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh
air.
Kota Palembang adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatra setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi.
Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih dikeramatkan
banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, lalu Islam dr tanah Jawa.
Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya
adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)",
adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa,
seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak
berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan khas daerah ini adalah pempek Palembang, tekwan, model, celimpungan, kue maksuba, kue 8 jam, kue engkak, laksan, burgo, dll. Makanan seperti pempek atau tekwan mengesankan "Chinese" taste masyarakat Palembang.
Palembang
merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti
Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota
Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan
sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
Kota
Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah
leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja
Melayu pertama yaitu Parameswara
yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan
Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama
Singapura
kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang
Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka
disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka.
Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan
Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah
terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan
Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti
namanya menjadi Sultan Iskandar Shah.
Secara teratur, sebelum masa NKRI pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi beberapa fase utama:
1. Fase Sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan
zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala
tentara Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini
seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu Sungai Musi merupakan
penduduk dari daerah hulu Sungai Komering.
2. Fase Sriwijaya Raya,
Palembang
menjadi pusat dari kerajaan yang membentang mulai dari barat pulau
jawa, sepanjang pulau sumatera, semenanjung malaka, bagian barat
kalimantan sampai ke indochina. Runtuhnya Sriwijaya sendiri utamanya
karena penyerbuan bangsa-bangsa pelaut ‘yang tidak terdefinisikan’,
sebagian sejarahwan mengatakan bahwa mereka adalah pasukan barbar laut
dari Srilanka (Ceylon). Akibat hancurnya kekuatan maritim mereka,
Sriwijaya menjadi lemah dan persekutuan daerah-daerah kekuasaanya
terlepas dan ketika datangnya Ekspedisi Pamalayu dari Jawa (majapahit)
ke jambi dalam melakukan isolasi kepada Palembang, untuk mencegah
Sriwijaya bangkit kembali.
3. Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Di
sekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan
lokal seperti Panglima Bagus Kuning di hilir Sungai Musi, Si Gentar
Alam di daerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu
Sungai Komering, Panglima Gumay di sepanjang Bukit Barisan dan
sebagainya. Pada fase inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik
(Singapura) dan Kerajaan Malaka hidup, dan pada fase inilah juga terjadi
kontak fisik secara langsung dengan para pengembara dari Arab dan
Gujarat.
4. Fase Kesultanan Palembang Darussalam
Hancurnya
Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan
lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting
di balik hancurnya Majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario
Damar) dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan
Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan 'pengganti' dari
Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula
'Kesultanan Palembang Darussalam' dengan 'Susuhunan Abddurrahaman
Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman' sebagai raja pertamanya. Kerajaan
ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan
agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar
di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal
pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang
tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).
5. Fase Kolonialisme
Setelah
jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud
Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada
saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral de Kock,
maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah
Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda
berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan
pembumihangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol
kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar,
dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu
Penduduk
Palembang merupakan cabang dari masyarakat melayu, dan menggunakan
bahasa melayu sebagai bahasa sehari-hari, namun para pendatang daerah
seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari,
seperti bahasa komering, rawas, lahat, dsb. Pendatang dari luar Sumatera
Selatan terkadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa
sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan, seperti pendatang
dari Pulau Jawa dan daerah-daerah lain di Indonesia. Namun untuk
berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan
Bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk
Palembang asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga
keturunan, warga pendatang seperti dari Pulau Jawa, Madura, Sulawesi
(Makassar dan Manado), Papua, Wilayah Sumatera Lainnya. Warga Keturunan
terutama Tionghoa, Arab dan India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar